Langsung ke konten utama

Somografi, Pedalaman Papua-Perbatasan NKRI

Kampung Somografi, Papua

Somografi merupakan salah satu kampung di wilayah Distrik Web, Kebupaten Keerom, Papua. Somografi berbatasan langsung dengan Papua New Guinie, dengan kata lain somografi adalah daerah perbatasan NKRI. Kampung Somografi terletak di kaki gunung, udaranya sejuk dan belum tercemar polusi udara, sebab belum bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan akibat belum adanya akses jalan, agar bisa sampai di kampung somografi bisa melalui jalur darat dengan berjalan kaki selama 6 jam jika cuaca baik, dan bisa sampai 9 jam jika cuaca buruk atau hujan, karena saat hujan jalan pendakian licin dan arus sungai semakin deras.

Perjalanan ke Somografi

Pada umumnya kampung di Papua dulunya sebuah dusun (istilah yang digunakan masyarakat distrik Web-Papua untuk menyebut lahan kebun di hutan, yang letaknya jauh dari perkampungan) yang awalnya ditempati secara berkala disaat menanam atau musim panen sampai akhirnya menjadi tempat tinggal permanen pemilik kebun yang lambat laun menjadi sebuah kampung.
 
Menyusuri anak sungai menuju Somografi

Masyarakat Somografi bak ninja Hatori, mendaki gunung lewati lembah sampai ke Ubrub, distrik Web 3-4 jam dengan memikul barang menggendong anak bahkan pernah saya jumpai ada mama-mama yang sedang hamil, memikul barang menggendong anak, dan membawa barang pula, berbanding dengan orang pada umumnya, yang menempuh jalur yang sama berjalan kaki bisa bervariasi 6-9 jam tergantung kondisi fisik, kecepatan dan rentang langkah, cuaca, dan tentunya barang bawaan. 

Hutan Papua - Perjalanan ke Somografi


Perjalanan dari Ubrub (kota distrik) ke Somografi melewati rentetan hutan, menyusuri anak sungai, menyeberangi sungai arus deras dan gunung, melewati tanjakan yang terkenal dikalangan urban Somo-Ubrub, masyarakat menyebutnya tanjakan "Aduh Mama" yang kalau dilewati kita akan meringis dalam hati, aduh mamaaaaa, tanjakan ini terjal dengan undakan batu gunung yang licin apalagi sehabis hujan. Waktu pertama kali ke Somo, saya sempat urung melanjutkan perjalanan, namun apalah daya, sudah ditengah jalan, kalau mau pulang ya seorang diri, karena tim tetap akan melanjutkan perjalanan. Alhasil dengan terngiang-ngiang Sevina-Sevina (akan saya ceritakan di lain kesempatan) yang lain telah menunggu saya di Somo, mau tidak mau harus lanjutkan perjalanan.

Perjalanan Nusantara Sehat Puskesmas Ubrub ke Somografi bersama Bapak Pilipus Kepala Kampung


 Ditengah perjalanan menuju Somografi kita akan menjumpai mata air di atas gunung. Airnya sejuk dan segar, posisinya sangat pas sebab perbekalan air sudah habis sesampainya disini, jadi bisa isi ulang perbekalan air sambil beristirahat sejenak.  Setelah itu kita akan sampai di puncak gunung yang terdapat jaringan telepon, orang menyebutya bukit signal. Perjalanan masih sekitar 2 jam lagi dari bukit signal sampai ke Kampung Somografi. apabila sudah dekat, kita dapat melihat rentetan rumah-rumah kayu yang rapi dari atas bukit, yang menjadi pemandangan yang sangat memanjakan mata jika melihatnya, disamping karena keindahannya juga kelegaan yang tersemat di dada, karena khirnya sampai juga :)

Cuplikan perjalanan menuju Kampung Somografi dapat dilihat dalam video https://youtu.be/M2wE9Uc6qaU

Komentar

  1. Tanjakan yang aduh mama.. Hahaha. Keep writing yan. Real story yang lengkap deng foto bikin kita rasa ikut menanjak juga. Gudjob

    BalasHapus
  2. Akhirnya terbitt... Nice! 💋

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Borobudur warisan bersejarah

Nah ini nih ! Warisan bersejarah yang patut dilestarikan. Nenek moyang kita ternyata mempunyai peradaban yang tinggi,ini terbukti. Dengan adanya peninggalan-peninggalan bersejarah, antara lain bangunan-bagunan, benda-benda,perhiasan, dan karya sastra. Kita patut bangga mempunyai peninggalan sejarah yang tidak dimiliki oleh negara lain, contoh yaitu Candi. Candi Borobudur dan Prambanan merupakan contoh kecil paninggalan sejarah yang bernilai luhur terkenal sejagad raya. Bayangkan saja, tahun 800-an bukan zaman orang mengenal teknologi secanggih saat ini, tetapi nenek moyang kita mampu membuat bangunan semegah candi borobudur, lalu bagaimana cara pembuatannya ? siapa yang memiliki gagasan membuat candi semegah itu ?, dan untuk apa mereka mendirikan candi semegah itu ?. tentunya pertanyaan itu sangatlah universal bagi kita namun jawaban dari pertanyaan itu belum tentu diketahui oleh khalayak.  Menurut catatan sejarah, candi dibangun untutuk memuliakan raja atau keluarga kerajaan ...

Mie Wortel alternatif KVA

Masalah gizi utama di Indonesia masih tetap didominasi oleh masalah gizi kurang yaitu kurang energi protein (KKP), kurang vitamin A (KVA), gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI), dan anemia zat besi. salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk  menaggulangi masalah gizi kurang adalah dengan menyediakan bahan makanan yang kaya akan zat gizi tertentu sesuai dengan masalah gizi yang dialami. Tersedianya aneka sayuran yang kaya akan sumbervitamin A, seharusnya akan dapat mengatasi masalah gizi kurang khususnya Kekurangan Vitamin A (KVA). namun kenyataan masalah KVA masih tetap tinggi dan bahkan meningkat sejak terjadinya krisis moneter melanda Indonesia. beberapa data menujukkan hampir 10 juta balita menderita KVA subklinis dan 60.000 di antaranya disertai bercak bitot yang terancam kebutaan. salah satu penyebabnya tidak terpenuhinya kebutuhan akan vitamin A adalah karena kurangnya konsumsi bahan makanan yang mengandun vitamin A, bisa juga karena tidak disukainya makanan sumber vita...

Merintis Jendela Somografi, rumah baca anak-anak Papua

Jendela Somografi, rumah baca anak-anak Somografi, perbatasan Papua Letak geografis dan belum terbukanya akses jalan menyebabkan kampung Somografi sedikit terbelakang dibanding kampung lain. Guru Gody bersama murid SD YPPK Akarinda Somografi, Carlos dan Hasan  Semangat dari Pak   Gaudif Fridus Usna’at , atau yang akrab disapa Guru Gody, pengajar di  SD YPPK Akarinda Somografi membuat Tim Nusantara Sehat Puskesmas Ubrub berinisiatif mengumpulkan buku sebagai media informasi edukasi bagi anak-anak. Awalnya kami mengumpulkan buku-buku bacaan dari kerabat dan teman-teman, sampai pada akhirnya dr. Lilis Sinambela menemukan akun BUP (Buku Untuk Papua), mendapatkan kontak foundernya, Dayu Rifanto, atau yang hangat disapa Mas Dayu, yang ternyata berasal dari Nabire Papua, lalu kerjasama pun terjalin untuk mendirikan rumah baca. Melalui Buku Untuk Papua, kampanye donasi yang dibuka di situs kitabisa.com memperoleh apresiasi tinggi dari donatur diseluruh Indonesia. Ha...