Setiap orang sama-sama memiliki dua mata, tapi mengapa mereka memandang satu hal yang sama dengan cara yg berbeda? Apa karena pandangan mereka dipengaruhi oleh apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka pikirkan dipengaruhi oleh pengalaman, pemahaman, dan pengetahuan dari masing-masing individu yang berebeda. Lalu, bisakah manusia memandang dengan murni memandang sesuatu, dan memberikan penilaian bukan berdasarkan apa yang mereka pikirkan, melainkan apa yag mereka lihat?
Terlepas dari bisa atau tidak, perbedaan sudut pandang menjadi hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan,
Berbicara soal sudut pandang, saya jadi teringat satu kisah ibu-ibu pedagang lilin dan ibu-ibu pedagang baju kodian. Siang itu kami menggalang dana kemanusiaan, memegang poster dan membagikan brosur yang berisi duka nestapa pengungsi Rohingya Myanmar, seketika ibu-ibu yang duduk di lantai dengan meja kecil yang diatasnya tergelar beberapa lilin merah, yang ternyata adalah barang dagangannya berkata "kasian, bantuan untuk Rohingya dek?" Akhirnya langkah kami terhenti "ia buk ini untuk pengungsi Rohingya di Myanmar", ibu itu merogoh kantong bajunya dalam dan keluarlah uang kertas berwarna ungu, Rp. 10000, "ini ji kodong dulu dek, belum laku semua jualanku" seketika iba berbaur suka menyesap, sungguh kami tidak menyangka ibu ini yang kami tidak harapkan donasi darinya malah dengan ringan memberi. Tak jauh dari tempat ibu penjual lilin tersebut ada ibu penjual baju kodian yang bajunya beberapa di pajang di patung dan digantung di dalam dan luar kiosnya, melihat kami penasaran, sesaat dia melihat dengan seksama, entah melihat kami atau posternya, lalu ia keluarkan uang berwarna abu-abu, Rp. 2000, belum selesai ucapan terimakasihku, temanku lalu melangkah cepat menarik lenganku, "ih sekke'nya, padahal dagangannya banyak, ibu penjual lilin saja kasih 10.000" saya hanya tersenyum mendengar komentar itu.
Menurut kalian bagaimana?
Kalau saya pribadi, tidak suka menilai hal dari nilai atau kuantitas, tapi lebih dari kualitasnya, tidak perlu mengatakan ini baik dan itu tidak, tidak perlu menjudge apapun. Bisa jadi, ibu penjual baju kodian yang disangka pelit, sebenarnya memang lagi kesusahan, bisa jadi barang dagangannya yang kita lihat itu semua masih hutang, semua kemungkinan itu bisa jadi, lalu kenapa kita tidak memikirkan kemungkinan yang positif saja ?
Hah, sudut pandang, kurasa indah jikalau berbeda.
Jendela Somografi, rumah baca anak-anak Somografi, perbatasan Papua Letak geografis dan belum terbukanya akses jalan menyebabkan kampung Somografi sedikit terbelakang dibanding kampung lain. Guru Gody bersama murid SD YPPK Akarinda Somografi, Carlos dan Hasan Semangat dari Pak Gaudif Fridus Usna’at , atau yang akrab disapa Guru Gody, pengajar di SD YPPK Akarinda Somografi membuat Tim Nusantara Sehat Puskesmas Ubrub berinisiatif mengumpulkan buku sebagai media informasi edukasi bagi anak-anak. Awalnya kami mengumpulkan buku-buku bacaan dari kerabat dan teman-teman, sampai pada akhirnya dr. Lilis Sinambela menemukan akun BUP (Buku Untuk Papua), mendapatkan kontak foundernya, Dayu Rifanto, atau yang hangat disapa Mas Dayu, yang ternyata berasal dari Nabire Papua, lalu kerjasama pun terjalin untuk mendirikan rumah baca. Melalui Buku Untuk Papua, kampanye donasi yang dibuka di situs kitabisa.com memperoleh apresiasi tinggi dari donatur diseluruh Indonesia. Ha...
Cucok.. tp klw dipikir2 lg.. bisakah kau menilai temanmu dr sudut pndang berbeda? Bisa jadi kata sekke itu bukan penghinaan.. sekke dalam benaknya adalaah gitu deeehh hahahahaa
BalasHapus